Kisah Pengalaman Lolos SBMPTN IPB “Lampaui Dunia Dengan Penamu”

Kisah Pengalaman Lolos SBMPTN IPB “Lampaui Dunia  Dengan Penamu”


SeputarPembahasan.Com- Manusia yang tidak merugi yakni ketika cita-citanya itu tinggi. Bukan! Bukan uang standar yang hakiki, namun seberguna apa setiap jerih payahnya. Apakah rakyat merindukan kehidupannya? Atau justru merindukan kematiannya. 
 
Ketika nanti aku mati, maka masa mudaku pasti akan ditanyai. Kisah hidupku yang kutorehkan ini adalah bukti bahwa Tuhan itu Adil. Kisah ini juga adalah bukti bahwa negeri ini dan Dunia ini merindukan kiprahmu, usahamu, dan pengorbananmu para pemuda.
Baca: Cara Sukses Lulus SBMPTN Tanpa Bimbel

Aku terlahir dari keluarga yang sederhana. Namaku adalah Sururum Marfuah Hash yang kini berstatus sebagai mahasiswa IPB Departemen Agronomi dan Hortikultura angkatan 53. Usahaku untuk bisa kuliah di kampus yang termasuk 5 kampus terbaik ini bukan semata-mata lolos secara spontanitas melainkan terbentuk dari rangkaian usaha, jerih payah, dan doa.

Siapapun kalian boleh punya impian untuk kuliah dimana pun, seperti halnya aku yang gak pintar-pintar banget. Tapi, itu bukan alasan untuk berhenti mengejar impian. Karena pintar bukanlah jaminan sukses atau tidaknya seseorang. 
 
Dulu sewaktu aku SMP aku memang cukup terbilang berprestasi. Aku selalu masuk di tiga besar juara kelas. Tapi, semua itu berubah saat aku SMA. Aku berubah menjadi pemalas dan apatis. Aku begadang untuk belajar tapi apa? Nilaiku tidak pernah tinggi karena saat ujian semua yang aku pelajari blank dan yang teringat hanya sedikit sekali.
 
Percaya atau tidak, peringkatku di kelas dulu pernah mencapai urutan ke- 20. Walaupun begitu, ada hal yang membuatku bersemangat yaitu ketika aku terpikat oleh satu perguruan tinggi negeri di Indonesia. PTN ini adalah Institut Pertanian Bogor. 
 
IPB sebagai satu-satunya tempat hatiku terpaut untuk terus berjuang.  Aku tidak lolos SNMPTN tapi orangtuaku menyuruhku untuk terus berjuang lagi hingga aku mengikuti SBMPTN. Untuk bisa mengikuti SBMPTN aku memang butuh effort yang lebih sampai aku harus download berbagai aplikasi SBMPTN agar bisa mempelajarinya di waktu senggang. Saking penuhnya aplikasi, tidak jarang membuat tab ku hang dan lola (loading lama)
 
28 juni 2016,  hari pengumuman SBMPTN itu tiba. Karena pengalaman buruk jaringan internet sewaktu SNMPTN dan hasilnya yang membuat hati pilu ditambah lagi ibuku yang sedih melihat sendiri hasilnya, akupun akhirnya memutuskan untuk tidak menggunakan jaringan internet di rumah. Ya, aku pergi ke warnet yang jaringannya terkenal cepat.
 
Saat membuka pengumuman aku begitu kaget karena ternyata aku lolos di pilihan pertama yang dulunya ditolak waktu SNMPTN. Alhamdulillah. Sepulang dari warnet aku langsung memeluk kaki ibuku dan 
suasana haru pun dimulai. Doa ibu dan ayahku yang menghantam malam akhirnya tidak sia-sia.
 
Disinilah asa dan semangatku ada, mungkin kalian akan bertanya bagaimana mungkin orang yang peringkat 20 bisa lolos. Inilah yang kusebut dengan rizki. Aku berusaha untuk tidak terlalu berharap pada SBMPTN walau sebnarnya aku ingin sekali  bisa kuliah di IPB.
 
Disetiap doaku aku juga mendoakan teman-teman ku agar lolos juga bersamaku yang itu membuatku sadar bahwa untuk menang maka kita juga harus merangkul orang lain untuk menang. Dan aku menyadari bahwa semakin kita mendoakan kebaikan untuk orang lain maka yakinlah bahwa Allah pasti akan memberikan kebaikan pula untuk kita
 
Namun saat pengumuman SBMPTN, aku pun juga dilanda kesedihan karena aku tidak tahu nanti akan membayar kuliah dengan apa terlebih di tahun yang sama dua adikku juga lulus sekolah sehingga biaya yang dikeluarkan pun semakin banyak. Saat aku bertanya pada ayah bagaimana nanti jika uang kuliah ku tinggi dan aku tidak bisa membayar uang kuliah, ayah pun dengan ringannya menjawab "tidak usah pikirkan biaya, yang penting kamu harus ke Bogor dulu", sewaktu itu ayah memang hanya mempunyai uang buat aku ke Bogor, ayah memang sangat ingin anaknya mendapatkan pendidikan layak sehingga terus mendukungku untuk masuk IPB walau dulu sebenarnya ayah keberatan.
 
Tanggal 19 juli 2016, aku menginjakkan kakiku pertama kalinya di Bogor, tempat yang dulu aku ragu akan menginjaknya. Di IPB untuk tahun pertama, semua mahasiswa baru wajib tinggal di asrama dan diperbolehkan masuk asrama adalah tanggal 19 Agustus 2016, selama satu bulan aku tinggal di rumah kakak kelasku dan disanalah perubahan besar pun terjadi padaku.
 
Saat pengumuman biaya kuliah untuk daftar ulang aku begitu lega karena uang kuliahku tidak terlalu tinggi. Namun, saat aku menanyakan pada ayahku ternyata tetap saja ayah sedang tidak ada uang. Kebingunganku memuncak karena waktu pembayaran untuk daftar ulang hanya diberikan waktu satu minggu. Bolak balik loket beasiswa kulakukan  untuk  mencari beasiswa namun itu tidak ada hasilnya karena beasiswa sangat jarang tertuju untuk mahasiswa semester satu.
 
Ketika waktu pembayaran tinggal dua hari, aku semakin bingung. Selalu terbesit sepertinya aku tidak jadi kuliah di IPB. Ternyata Allah mempunyai rahasia lain, disisa dua hari terakhir akhirnya aku bertemu humas IPB, aku menghubunginya atas saran dari kakak tingkatku di kontrakan tersebut. Alhamdulillah akhirnya humas IPB memberikan pinjaman pada hari terakhir pembayaran.
 
Untuk bisa membayar pinjaman tersebut akupun mngumpulkan uang dengam cara berjualan dikampus. Aku juga pernah melamar pekerjaan di Humas IPB. Waktu itu aku siap kalaupun harus menjadi tukang bersih-bersih asalkan aku bisa mencicil bayaran hutang. Namun, pihak IPB menyampaikan bahwa sedang tidak ada lowongan pekerjaan.  Selama satu semester aku berjualan menjajakan makanan di kelas dan asrama agar bisa juga mencukupi kebutuhan sehari-hari  serta bertahan hidup di Bogor karena orang tuaku hanya mengirimkan uang 300 ribu perbulannya bahkan untuk beberapa bulan aku tidak dikirimkan uang.
 
Saat aku sudah mengumpulkan uang untuk membayar hutang, pihak Humas IPB kemudian menyampaikan bahwa uang tersebut sudah dihibahkan untukku. Bahagia dan rasa syukurku bukan main. Uang yang sudah aku kumpulkan pun langsung aku alihkan untuk membeli tiket agar dapat pulang ke Batam.
 
Kalian tahu tidak?
 
Dulunya aku sangat benci dengan politik karena politik selalu identik dengan korupsi. Aku juga benci dengan dengan pelajaran sejarah. Bukan karena gurunya, tapi kemampuan otakku lah yang sangat sulit untuk bisa mencerna sejarah, belum lagi ditambah materi yng banyak membuatku malas untuk menghapalknnya. Saking tidak sukanya dengan sejarah aku pernanh mengais termehek-mehek karena takut UAS ku nilainya bakal jelek.
 
Tapi saat aku bergaul dengan kakak ditempat aku menginap, aku merasakan hal yang berbeda. Diluar dugaan dan harapan, ternyata aku bergaul dengan orang-orang yang cerdas dan kritis, yang setiap waktunya selalu memikirkan rakyat. Disinilah aku belajar menjadi pemuda yang bercita-cita besar. Ketika cita-citanya tidak hanya berhenti pada dirinya saja namun mampu melampaui dunia dengan segala potensi yang dimiliki.
Bergaulnya aku dengan mereka membuat perubahan yang sangat signifikan, mulai dari penampilan, cita-cita, dan bahkan kini aku menyukai politik dan sejarah. Satu prinsip yang aku selalu coba tanam di dalam kehidupanku yakni.
 
“jika ingin mati dalam kedaan besar maka bercita-citalah yang besar. Jika ingin mati dalam keadaan kerdil maka bercita-citalah yang kecil” disinilah aku terus berusaha untuk melatih kemampuan yang aku punya yakni menulis.
 
Melatih diri menjadi seorang penulis itu sangat mengasyikkan. Aku harus pandai merangkai kata agar mudah dipahami oleh banyak orang. Semua itu semakin aku senangi dan menjadi kebiasaan bagiku. Menulis kini menjadi hal yang tidak bisa jauh dari kehidupanku, dimana membaca adalah kuncinya. Menjadi seorang penulis terus mengajarkanku untuk terus membaca dan membaca. Melalui ini, aku juga selalu meluangkan waktuku untuk beropini, menganalisis permasalahan rakyat, serta mencoba memberikan alternatif solusi. Alhamdulillah ditahun ini juga,  PKM yang aku dan kelompokku ajukan ke Ristekdikti didanai.
 
Kini aku berkiprah pada dunia kepenulisan. Sebagai kebiasaan yang sedang aku rangkai untuk menjadi sebuah tujuan besar. Aku ingin menjadi penulis buku yang dengannya aku dapat mengubah dunia. Bukan! Ini bukan soal materi tapi ini adalah soal betapa dunia membutuhkan pemuda yang peduli. Dengan menulis ini aku bercita-cita untuk mampu melampaui dunia. Menjadi seorang wanita yang bukan hanya hidup namun juga mampu berkiprah.
 
Wahai pemuda penerus ibu pertiwi....
 
Siapapun kalian, dari manapun kalian, dan sepintar apapun kalian maka teruslah maju untuk menggapai impian. Tidak ada kata yang tidak mungkin.  Hal yang terpenting adalah kita harus bisa menghadirkan ruh dari setiap pekerjaan yang kita lakukan. Ikhlas, dan jadikanlah setiap langkah kita itu dalam semangat. Betapa banyak rakyat yang membutuhkan tindakan kita. Betapa     banyak rakyat yang menjerit atas tercekiknya kehidupan mereka. Apapun yang kita lakukan, jika itu kebaikan maka genggamlah.
 
Kisah ini ku persembahkan untuk kalian pemuda. Diam dalam kungkungan akademis dan mencari kehidupan materialis bukanlah karakter dari pemuda sejati. Didunia ini tidak ada yang spontanitas semua butuh kerja keras. Mari kita melangkah bersama mengubah dunia dengan segala potensi yang kita punya. Aku dan kalian, adalah harapan. Salam pemuda!.

Demikianlah tulisan mengenai  Kisah Pengalaman Lolos SBMPTN IPB “Lampaui Dunia  Dengan Penamu”. Adapun penulisan dalam kisah ini adalah Sururum Marfuah Hash Salah seorang Mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB). Semoga dapat menjadi inpirasi. Baca juga artikel lainnya;
  1. Lulusan SMK Perlu Strategi Untuk Lulus SBMPTN 
  2. Inilah Solusinya, Salah Nama di Kartu Pendaftaran SBMPTN 
  3. Cara Jitu Lolos SBMPTN, Bagi yang Mengulang 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kisah Pengalaman Lolos SBMPTN IPB “Lampaui Dunia Dengan Penamu”"